Kelayakan
Sistem dan Objek ERP
Jakarta
akan melakukan penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP).
Bahkan pelaksanaannya ini sudah di depan mata dan hanya menunggu payung hukum
dan kesiapan Pemerintah DKI Jakarta.
Dalam
rancangan peraturan ada empat lokasi jalan di Jakarta yang akan diubah menjadi
jalan yang diberlakukan pembatasan lalu lintas dengan berbayar.
Jalan
itu adalah Jalan Thamrin, Jalan Sudirman, Jalan Rasuna Said, dan kawasan Kota
Tua. Empat lokasi ini menjadi lokasi awal penerapan ERP. Namun, tidak menutup
kemungkinan kawasan lain yang ditetapkan berdasarkan keputusan gubernur asal
telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Adapun
ke-4 jalan tersebut disepakati karena telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Nilai perbandingan antara volume lalu lintas kendaraan
bermotor dengan kapasitas jalan sama atau lebih besar 0,9 persen.
2. Tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum massal
dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal misalnya busway atau MRT.
3. Sudah menerapkan larangan parking on-street atau
parkir di badan jalan.
4. Nilai rata-rata harian kecepatan perjalanan kendaraan
bermotor yang melintas di kawasan itu di bawah 30 kilometer per jam.
5. Nilai hasil pengukuran road side monitoring terhadap
parameter pencemar udara dari sektor transportasi telah menunjukkan angka di
atas nilai baku mutu lingkungan yang ditetapkan oleh Pemprov DKI Jakarta dengan
jumlah kejadian terlampaui minimal 3 kali dalam sehari.
6. Mempunyai jaringan jalan alternatif untuk penyebaran
arus lalu lintas yang terbatasi.
7. Dilayani fasilitas park and ride atau tempat parkir
kendaraan yang tidak ingin melewati jalan berbayar.
1.Kriteria Kelayakan Objek ERP
Objek Retribusi:
Penggunaan ruas jalan
tertentu dan/atau kawasan tertentu pada waktu tertentu dengan Perbandingan
volume dengan kapasitas, dan kecepatan oleh kendaraan perseorangan dan
kendaraan barang.
Tidak
termasuk:
a. penggunaan
ruas jalan tertentu dan/atau kawasan tertentu oleh:
·
sepeda motor;
·
kendaraan penumpang umum;
·
kendaraan pemadam
kebakaran;
·
ambulans;
·
iring-iringan pengantar
jenazah;
·
kendaraan untuk
memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
·
kendaraan pimpinan
Lembaga Negara Republik Indonesia;
·
kendaraan pimpinan dan
pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
·
konvoi dan/atau
kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
·
kendaraan lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan; dan
b. Pengguna
ruas jalan nasional
Seperti
yang dijelaskan pada Undang-undang Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Bagian Ketujuh Retribusi Pengendalian Lalu Lintas Kendaraan
Perseorangan dan Kendaraan Barang. Kendaraan yang menjadi Object ERP setidaknya
melalui jalan yang memiliki kriteria sbb:
a. tersedia
jaringan dan pelayanan angkutan umum massal dalam trayek yang memenuhi standar
pelayanan minimal.
b. Angkutan
umum massal yang memenuhi standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada
huruf b harus didukung dengan:
1) mobil
bus yang berkapasitas angkut massal;
2) lajur
khusus;
3) trayek
angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan trayek angkutan massal; danangkutan
pengumpan
2.Moda Yang Menjadi
Target Dikenakan ERP
Penerapan
retribusi lalu lintas secara elektronik ini bertugas untuk memfasilitasi 3
tugas:
1.
Identifikasi kendaraan yang masuk ke kawasan yang
ditetapkan sebagai ERP. Caranya? Pengenalan nomor kendaraan oleh kamera
pengawas, atau pengenalan identitas kendaraan melalui pemasangan alat khusus di
dalam kendaraan (on-board unit). Dengan cara ini, volume lalu lintas bisa
tercakup secara otomatis, dan tidak tergantung pada ketersediaan dan disiplin petugas
di lapangan.
2.
Melakukan proses
pendataan, verifikasi, dan pembayaran biaya retribusi lalulintas yang dikenakan
kepada pengguna kawasan ERP. Data dari setiap kendaraanyang lewat kawasan ini
harus direkam, diverifikasi, dan akhirnya bisa ditentukanbesaran retribusi lalu
lintas yang harus ditagihkan kepada pemilik kendaraan. Data ini tersimpan dalam
basis data kendaraan di Kepolisian supaya prosespengenaan biaya kepada setiap
pengguna jalan dapat dilakukan dengan cepat.Proses ini juga memungkinkan adanya
kerja sama secara elektronik denganbank-bank umum untuk memudahkan pembayaran.
3.
Melakukan perubahan biaya
retribusi lalu lintas sesuai kondisi lalu lintas secaralangsung (real time).
Jadi jika di satu kawasan ERP kondisi lalu lintasnya macet,retribusi lalu lintas
akan langsung diberlakukan. Tujuannya untuk memberikanefek jera kepada
kendaraan pribadi yang lewat di kawasan tersebut. Namun,penurunan atau bahkan
pembebasan retribusi lalu lintas juga dapat dilakukansecara mudah ketika
kondisi lalu lintas sudah lancar kembali dan tidakmemerlukan pembatasan volume
kendaraan.
Upaya
pengenaan retribusi kemacetan diperlukan setelah adanya "desakan
kuat" terhadap pengembangan angkutan umum, (yang sedang berlangsung). Pada
saat ini, pemerintah telah menerapkan pengembangan bus "sistem
transit" di 12 kota, tetapi hanya satu kota, Jakarta, yang mengoperasikan
TDM (three-in-one) sebagai suatu kebijakan pembatasan kendaraan pribadi
non-fiskal. Evaluasi menunjukkan bahwa peran dari bus "sistem
transit" di berbagai kota tidak dengan sendirinya berhasil menarik para
pengguna mobil pribadi untuk beralih karena terjadi fragmentasi disebabkan
kegagalan penerapan aturan untuk membatasi penggunaan mobil pribadi dan sepeda
motor.
Apakah
sepeda motor, yang adalah kendaraan pribadi harus dikenai retribusi dapat
diperdebatkan; mereka adalah kendaraan kecil dan tidak memberikan kontribusi
signifikan terhadap kemacetan, terkecuali jika populasi sepeda motor dan
penggunaannya tinggi, dalam kasus tersebut, mereka harus dikenai retribusi.
Pengecualian lainnya seharusnya tidak banyak lagi; Singapura membebaskan
kendaraan darurat - ambulans, pemadam kebakaran dan mobil polisi yang bertanda
dari membayar; yang lainnya, termasuk taksi dan bus harus membayar. Di taksi,
ongkos taksi termasuk biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan jalan yang harus
dibayar oleh penumpang taksi. London dan Stockholm hanya mengenakan retribusi
terhadap kendaraan pribadi dan kendaraan angkutan barang. Di London, penduduk
di dalam daerah yang dikendalikan hanya membayar 10% dari biaya normal. Ada
banyak pengecualian. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apakah kendaraan
berpenumpang banyak seperti mobil omprengan (car pools) harus dibebaskan dari
retribusi (mirip dengan skema three-in-one di Jakarta). Sangat mudah bagi para
petugas penegak untuk mengenali mobil omprengan di sistem manual. Penegakan
peraturan dalam suatu sistem otomatis, seperti penggunaan kamera, pilihan untuk
memberikan pengecualian untuk mobil omprengan tidaklah memungkinkan. Keputusan
tentang apakah pengendara dari luar kota dan kendaraan milik orang asing harus
dikenai retribusi harus dibuat. Jika jumlahnya kecil, lebih mudah untuk
membebaskan mereka. London tidak membebaskan mereka, tetapi sulit untuk
mengutip denda dari kendaraan milik orang asing. Di Singapura, kendaraan milik
orang asing masuk melalui dua pos pemeriksaan. Mereka dapat menyewa OBU
sementara, memasangnya jika mereka sebagai pengguna biasa atau membayar biaya
flat per hari untuk penggunaan jalan yang dikenai retribusi ketika mereka
meninggalkan negara tersebut. Stockholm membebaskan kendaraan milik orang
asing.
Untuk
kota-kota Indonesia, calon awal yang memungkinkan untuk dibatasi adalah mobil
pribadi dan kendaraan angkutan barang. Bus umum, taksi dan kendaraan umum
seperti mikrolet dan bajaj mungkin perlu pengecualian. Biaya retribusi bagi
para penumpang taksi bisa ditambahkan pada ongkos taksi. Pertimbangan cermat
diperlukan untuk membebaskan pengendara sepeda motor karena jumlah mereka yang
besar. Suatu tinjauan ulang akan diperlukan setelah satu tahun pengoperasian
ERP mengenai apakah lebih banyak lagi jenis kendaraan yang harus dibatasi.
Keberhasilan
pelaksanaan pengenaan retribusi kemacetan di beberapa kota di negara maju untuk
mengatasi kemacetan menimbulkan harapan kemungkinan untuk mentransfer
keberhasilan tersebut ke berbagai kota di Indonesia. Namun demikian,
karakteristik khas perkotaan di Indonesia perlu dipertimbangkan: masalah yang
terkait seperti besarnya biaya investasi yang diperlukan, kesulitan dalam
pengoperasian dan pemeliharaan, tingginya tingkat penggunaan sepeda motor dan
penegakan hukum yang lemah atau tidak memadai.
3.Pertimbangan Kelayakan
Sistem ERP
Latar belakang diterapkannya ERP adalah daya dukung jalan di Jakarta
tidak memadai, kerugian akibat kemacetan sangat tinggi (± 42 trilyun),
degradasi sistem angkutan umum, dan trend pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor
yang sangat tinggi (Dishub DKI Jakarta, 2011). Berdasarkan informasi dari Dinas
Perhubungan DKI Jakarta, peningkatan jumlah kendaraan pribadi sangat pesat
yaitu mencapai 1.117 per hari atau sekitar 9% per tahun. Peningkatan yang
terjadi saat ini tidak diimbangi dengan pertumbuhan luas jalan. Pertumbuhan
jalan relatiftetap, yakni sekitar 0,01% per tahun. Jika pembenahan pola
transportasi tidak dilakukan, maka pada 2014 Jakarta diperkirakan macet total.
Kemacetan akan memberi dampak negatif, baik dalam aspek sosial,
lingkungan, maupun ekonomi. Dampak negatif tersebut diantaranya pemborosan
Bahan Bakar Minyak (BBM), peningkatan polusi udara, dan penurunan mobilitas.
Sebelumnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan aturan three in one
(3 in 1) di beberapa luas jalan ibu kota. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi
jumlah kendaran pada jam-jam sibuk sehingga kemacetan dapat dikurangi. Namun,
dalam pelaksanaanya aturan tersebut dinilai tidak efektif dalam mengatasi kemacetan.
Kelemahan penerapan sistem three in one, diantaranya inkonsistensi penindakan
pelanggaran aturan 3 in 1, jumlah petugas penegak hukum tidak memadai, dan
muncul masalah sosial baru yaitu fenomena joki (Dishub DKI Jakarta, 2010).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberlakukan kebijakan Electronic
Road Pricing (ERP), yaitu kebijakan pembatasan jumlah kendaraan melalui sistem
jalan berbayar, dimana setiap kendaraan yang melintasi ruas jalan tertentu akan
dikenakan biaya. Tujuannya adalah untuk mengatasi berbagi masalah yang
ditimbulkan akibat kemacetan. Mekanisme penerapan ERP adalah setiap kendaraan
yang melintasi zona ERP akan dikenakan sejumlah biaya tertentu. Pintu gerbang
zona ERP akan dilengkapi teknologi OBU (on board unit), yaitu alat sensor yang
dipasang pada setiap kendaraan yang secara otomatis memotong deposit uang
pengguna jalan saat melewati gerbang-gerbang ERP.
Selain untuk sistem ini juga bisa didukung dengan sistem manual atau sistem
Pengenal Plat Nomor Otomatis (ANPR), yang akan membuat sistem ini lebih maju
untun mendukung penegakan hukumnya. Apakah skema ERP akan dapat diluncurkan
dengan berhasil atau tidak sangat tergantung pada tingkat penetrasi OBU, yaitu
lebih banyak kendaraan dilengkapi dengan OBU, maka semakin tinggi kemungkinan
keberhasilannya. Dengan demikian, harus ada insentif bagi pemilik kendaraan
untuk datang dan memasang OBU sedini mungkin. Salah satu cara untuk mendorong
pemilik kendaraan untuk mau memasangnya adalah dengan menawarkan OBU dengan
biaya rendah. Di Singapura OBU diberikan dan dipasang secara gratis untuk
kendaraan pada tahun 1998 (tahun diperkenalkannya ERP) bagi mereka yang datang
untuk memasangnya pada waktu yang telah diatur. Semua kendaraan baru di
Singapura sejak tahun 1998 telah dilengkapi dengan OBU, yang biayanya diserap
ke dalam harga kendaraan baru. OBU untuk sistem ERP aktif yang membutuhkan
pembayaran dengan kartu pra-bayar akan jauh lebih mahal dari jenis yang
menggunakan pembayaran melalui kantor pendukung administrasi (backend) dalam
sistem ERP pasif.
Pertimbangan penerapan ERP ini karena ini salah satu strategi dalam
kebijakan sistem transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport system
policy) yang memenuhi manajemen permintaan perjalanan (travel demand
management). Secara umum, tujuan dari kebijakan travel demand management adalah
untuk mendorong pengguna jalan untuk mengurangi perjalanan yang relatif tidak
perlu (terutama pengguna kendaraan pribadi) dan mendorong penggunaan moda
transportasi yang lebih efektif, lebih sehat, dan ramah lingkungan. Kebijakan
travel demand management dapat dikelompokan menjadi tiga grup yaitu:
instrumen-instrumen ekonomi (economic instruments), persetujuan-persetujuan
kerjasama (cooperative agreements), dan instrumen-instrumen regulasi
(regulatory instruments).
Economic instruments menggunakan insentif dan/atau disinsentif untuk
mencapai tujuan transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport). Salah
satu economic instrument yang sering diaplikasikan di beberapa kota di dunia
adalah road pricing. Road pricing adalah pengenaan biaya secara langsung
terhadap pengguna jalan karena melewati ruas jalan tertentu. Pada dasarnya
terdapat dua tujuan dari pengenaan road pricing yaitu untuk menambah pendapatan
suatu daerah atau negara, atau suatu sarana untuk mengatur penggunaan kendaraan
agar tidak terjadi kemacetan. Tujuan utama dari road pricing, yaitu mengurangi
kemacetan, menjadi sumber pendapatan daerah, mengurangi dampak lingkungan,
mendorong penggunaan angkutan massal.
Cara Pembayaran
Pembayaran untuk ERP dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Pra-bayar dengan nilai yang tersimpan dalam kartu tunai: biaya akan
didebet langsung dari kartu tunai yang dimasukkan ke dalam OBU ketika lewat di
bawah gerbang
b. Biaya yang dipotong dari rekening di kantor pendukung administrasi
(backend) pra-bayar yang terhubung ke pemilik kendaraan
c. Retribusi akan ditagih pada akhir setiap bulannya kepada pemilik
d. Pembayaran retribusi ini terkait dengan kartu kredit pemilik,
Setiap moda pembayaran perlu dianalisa dengan hati-hati karena hal ini
juga merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan. Pra-bayar tunai, kartu
pra-bayar rekening backend atau pembayaran terkait dengan kartu kredit memiliki
keuntungan karena pihak Otoritas tidak harus mengejar piutang dari mereka yang
menolak untuk membayar. Jika kota-kota di Indonesia memilih sistem pasif dengan
OBU, maka rekening pra-bayar backend dengan pihak Otorita adalah cara yang
disukai.
Telekomunikasi
Jenis dan jumlah data yang akan ditransmisikan antara pusat pengendali
dan berbagai stasiun luar (titik-titik pengendali) adalah sebagai berikuti
i. Gambar kendaraan yang melanggar dengan alasan pelanggaran atau kesalahan
ii. Data jumlah lalu lintas
iii. Status peralatan dari stasiun-stasiun luar
iv. Tabel Tarif
v. Perintah dari pusat pengendali
Setelah persyaratan ini ditetapkan, konfigurasi fasilitas transmisi data
dapat dikerjakan dan Otoritas Telekomunikasi Indonesia dapat dimintai
konsultasi untuk mencari tahu teknologi telekomunikasi terbaik apa saja yang
tersedia dan yang paling hemat biaya serta cocok untuk aplikasi.
Perangkat Keras
Perangkat keras akan tergantung pada jenis sistem elektronik yang
dipilih. Biaya terbesar dari sistem adalah perangkat kerasnya. Semua 4 sistem
tersebut - aktif, pasif, pengenal plat nomor otomatis dan sistem Navigasi
Satelit Global akan memerlukan kamera. Untuk sistem aktif, pasif dan GNSS,
kamera tersebut akan digunakan sebagai kamera penegak peraturan untuk menangkap
pelanggar. Untuk sistem ANPR, kamera adalah jantung dari sistem dan jumlah
kamera akan jauh lebih banyak daripada di sistem lainnya. Identifikasi plat
nomor dari gambar digital dalam semua sistem akan dilakukan dengan menggunakan sistem
pengenal karakter optik (OCR). Pemasangan kamera dapat ditempatkan bersama-sama
dengan rambu-rambu pada gerbang (yang bisa berfungsi juga sebagai pintu gerbang
masuk ke tempat yang dikendalikan), dipasang pada tiang lampu atau dipasang
pada bangunan. Dalam sistem ANPR, perlu menggunakan lebih banyak tiang lampu
dan bangunan untuk mencegah bermunculannya terlalu banyak gerbang yang tidak
menarik. Sistem aktif, pasif dan GNSS akan memerlukan on-board unit. OBU pada sistem
GNSS dan aktif harus yang canggih dan mampu
melaksanakan banyak fungsi, sedangkan untuk OBU pasif hanya diperlukan
untuk identifikasi. Memasang OBU di kendaraan roda 4 tidak menimbulkan masalah
karena dapat ditempatkan di posisi kaca depan. Memasang OBU di sepeda motor
(apabila mereka dimasukkan untuk pembatasan) akan membutuhkan studi yang
cermat. Sistem aktif dan pasif akan memerlukan antena radio dan peralatan
identifikasi kendaraan sebaiknya dipasang pada gerbang untuk mendapatkan garis
pandang yang langsung. Semua sistem akan membutuhkan ruang pusat pengendali di
mana komputer pusat dan peralatan yang terkait akan ditempatkan, yang terhubung
ke stasiun-stasiun luar oleh saluran telekomunikasi. Ruang pengendali lebih
disukai terletak di sekitar jalan atau daerah yang dikendalikan. Perangkat keras
di ruang pengendali terdiri dari komputer, peralatan peripheral, modem, dan
konsol pengendali .
Perangkat Lunak
Fungsi perangkat lunak yang dibutuhkan dari stasiun-stasiun luar dan
pusat pengendali adalah untuk
a) identifikasi dan deteksi kendaraan secara otomatis,
b) melakukan pengenaan retribusi dengan benar
c) pencitraan kamera penegakan peraturan / pengenalan karakter optik
d) mendeteksi kerusakan dengan seketika
Hal-hal tersebut di atas dilakukan melalui Sistem Aplikasi ERP, sistem
Pengawasan ERP dan sistem manajemen ERP. Sistem Aplikasi memiliki database, di
mana semua catatan transaksi dalam Sistem ERP disimpan dan diproses. Sistem ini
menangani manajemen OBU (dalam sistem ERP menggunakan OBU), penegakan peraturan,
manajemen peralatan dan sistem manajemen informasi. Sistem ini akan memiliki
sambungan (link) data ke database data
pencatatan kendaraan (dengan rincian data dari pemilik dan kendaraan) Sistem
Pengawasan mengidentifikasi kendaraan yang melanggar dari gambar pelanggaran
dengan menggunakan sistem pengenal karakter optik (OCR). Sistem Manajemen
mengendalikan operasi dari stasiun luar, memantau status mereka dan status
kesalahan peralatan / transmisi data dan memantau jumlah pelanggaran di setiap
stasiun luar.
Frekuensi untuk
ERP
Untuk tujuan interoperabilitas antara kota-kota di Indonesia dan
kemudahan evaluasi proposal, yang diinginkan adalah bahwa frekuensi operasi ERP
diatur oleh Kementerian Perhubungan.
Ada 2 tren utama dalam penggunaan frekuensi
a. Komunikasi Jarak Pendek Terdedikasi (Dedicated Short Range
Communication - DSRC)
i. 2,45 GHz Gelombang mikro (microvave)
·
Bukan merupakan penggunaan yang umum dipakai di Sistem
Transportasi Cerdas saat ini;
·
Kemungkinan
interferensi dengan perangkat ISM band, misalnya blue tooth
·
Digunakan
di ERP Singapura (Proyek dimulai pada 1992)
ii. 5,8 GHz Gelombang mikro (microvave) (OBU Pasif)
·
Saat ini
banyak dipakai pada sistem Pemungutan Tol Elektronik. Banyak instalasi
menggunakan frekuensi ini di negara-negara Eropa (standar CEN 278) dan Cina .
Standar CEN DSRC juga menggunakan gelombang frekuensi ini
b. Radio Frequency Identification (RFID)
·
Standar ISO 18000 - 6C
·
Frekuensi
operasi 860 MHz - 960 MHz
·
Standar
UHF di seluruh dunia
·
Bebas Royalti
·
Kebanyakan digunakan dalam sistem Pendaftaran Kendaraan secara Elektronik
(EVR)
·
Belakangan ini semakin populer dalam aplikasi pemungutan tol secara elektronik (ETC)
dan OTP (jalan tol terbuka) karena kehandalannya dan biayanya yang lebih rendah
·
Sebagian
besar instalasi di Amerika Utara. Terakhir digunakan di Taiwan (penyebaran
jalur arus bebas tunggal. Percobaan
atas multi jalur arus bebas sedang berlangsung) dan Turki (dalam proses)
·
Apakah
ETC standar di India
Singapura menggunakan 2,45 GHz karena tidak ada standar pada tahun 1992
ketika sistem ERP Singapura dirancang.
4.Kelayakan SmartCard Yang Diinginkan
Pengenaan
bea masuk area ERP ditentukan oleh bagaimana sistemnya akan dibuat dan itu bisa
disesuaikan dengan aturan yang diberlakukan oleh pemerintah dan pihak
pengembang sistem. Sementara masyarakat telah terbiasa untuk membayar pemakaian
listrik dan penggunaan air, membayar untuk penggunaan jalan terutama di
jalan-jalan kota yang selama ini bebas untuk digunakan terasa aneh bagi mereka.
Masyarakat akan melihat retribusi kemacetan sebagai suatu tindakan untuk
meningkatkan pendapatan bagi pihak Pengelola. Penting untuk menghilangkan
gagasan ini melalui suatu kampanye hubungan masyarakat. Tujuan dari penetapan
retribusi adalah untuk mengurangi kemacetan di sepanjang jalan dan tidak untuk
meningkatkan pendapatan. Oleh karena adanya retribusi untuk
penggunaan jalan, maka akan ada pendapatan. Pada tahun-tahun awal, pendapatan
akan dipergunakan untuk mengembalikan biaya modal untuk pengembangan sistem.
Kemudian, setiap pendapatan dari retribusi kemacetan harus dialokasikan untuk
meningkatkan pelayanan angkutan umum, yang merupakan alternatif utama bagi para
pengendara yang terkena dampak dari skema ini. Beberapa juga bisa dialihkan
untuk mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan arus lalu lintas di
kota-kota. Subsidi silang angkutan tersebut akan mengurangi sebagian tentangan
terhadap retribusi kemacetan.
Suatu retribusi tetap untuk penggunaan jalan memiliki keuntungan bahwa
mudah bagi para pengendara untuk mengingatnya. London menetapkan retribusi
tetap sebesar £ 10 di sepanjang jam operasional. Namun demikian, arus lalu
lintas tidak mungkin akan tetap sama sepanjang hari. Akan ada variasi dan ada
keuntungannya untuk membeda-bedakan besaran retribusi yang mencerminkan volume
lalu lintas di sepanjang jalan yaitu retribusi yang lebih tinggi ketika lalu
lintas padat dan retribusi yang lebih rendah ketika lalu lintas tidak terlalu
padat. Stockholm memiliki besaran retribusi yang berbeda-beda, dari 10SEK
sampai 20SEK untuk waktu puncak dan di luar waktu puncak.
Dengan sistem elektronik, mudah untuk membeda-bedakan besaran retribusi.
ERP Singapura melakukan ini karena memiliki kemampuan untuk mengubah besaran
retribusi pada interval setiap setengah jam. Biaya dapat bervariasi dari 50 sen
Singapura menjadi S $ 5,00 sekali masuk. Retribusi yang berlaku untuk semua
jenis kendaraan terpampang dengan jelas di setiap titik masuk, yang merupakan
persyaratan yang diinginkan jika menggunakan pengenaan retribusi secara
variabel.
Sebagai permulaan, dianjurkan bagi kota-kota di Indonesia mulai dengan
retribusi tetap untuk penggunaan jalan dan melakukan pembedaan retribusi, jika
diperlukan, di tahap selanjutnya bila sudah ada pengalaman yang lebih banyak
terhadap cara kerja sistem ini. Hal inilah yang dilakukan oleh Singapura ketika
memulainya di tahun 1975, dengan retribusi tetap untuk mobil dan taksi.
Sebagian besar jalanan kota mengalami dua waktu puncak yang disebabkan
oleh perjalanan untuk berangkat bekerja di pagi hari dan perjalanan pulang ke
rumah di malam hari. Di waktu-waktu lainnya, intensitas lalu lintas berkurang.
Oleh karena itu, pilihan pertama untuk memulai pengenaan retribusi hanya pada
waktu puncak, yang harus ditentukan dari volume lalu lintasnya. Sistem ini
dapat diperluas untuk waktu-waktu lainnya jika dan bila diperlukan. London
mengoperasikan sistem ini dari jam 07:00 sampai 18:00 pada hari kerja dan
Stockholm mengoperasikan dari jam 6:30 pagi sampai 06:30 sore pada hari kerja.
Singapura memiliki lebih banyak variasi. Hampir semua titik pengendali
beroperasi selama periode puncak di pagi hari. Yang lainnya mengoperasikannya
sepanjang hari selama hari kerja, beberapa di antaranya beroperasi pada waktu
puncak sore hari dan bahkan pada malam hari dan hari Sabtu. Pengoperasian
tersebut bertujuan bahwa ERP akan digunakan untuk mengenakan retribusi terhadap
kendaraan pada waktu dan tempat serta kapan dan di mana mereka menyebabkan
kemacetan.
Sebagai permulaan, kota-kota di Indonesia harus memulai pengenaan retribusi
pada waktu puncak pagi hari, yang merupakan periode waktu dengan nilai ekonomi
terbesar, di saat orang-orang berangkat bekerja. Hal ini dapat diperluas untuk
waktu-waktu lainnya, berdasarkan pemantauan terhadap efektivitas dari sistem.
Singapura memulainya hanya dengan waktu puncak pagi hari jam 07:30 sampai 10:15
Jadi kota-kota di Indonesia perlu menetapkan standar mereka berdasarkan
pengalaman setempat dari perbandingan antara kemacetan di waktu puncak dan
kondisi lalu lintas di luar waktu puncak yang dapat diterima. Jenis retribusi
kemacetan memiliki pilihan sebagai berikut
(1) berdasarkan per sekali masuk ke daerah terbatas
(2) per sekali lewat di lokasi yang dikendalikan dalam kasus jalan tunggal
(3) per jarak tempuh dalam daerah terbatas
(4)
per waktu
yang dihabiskan dalam daerah terbatas
Per sekali masuk / per sekali lewat" (a dan b) adalah yang termudah
untuk dilaksanakan. Kendaraan hanya dikenai retribusi ketika mereka memasuki
daerah terbatas atau melewati suatu titik pada jalan tunggal. Kendaraan bebas
untuk bergerak setelah itu dan meninggalkan daerah tersebut (dalam sistem
daerah terbatas) tanpa membayar. Ini adalah sistem yang dipergunakan oleh
Singapura.
Dalam "per jarak tempuh", setiap kendaraan yang bergerak di
dalam daerah terbatas dikenai retribusi tambahan di luar retribusi ketika
mereka masuk (London menggunakan metode pengenaan retribusi ini). Hal ini
memiliki dampak terhadap penduduk di daerah tersebut, oleh karena di dalam sistem
"per sekali masuk / per sekali keluar", warga hanya dikenai retribusi
jika mereka meninggalkan daerah dan pulang kembali selama periode operasional.
"Per waktu yang dihabiskan dalam daerah terbatas" belum pernah dicoba
sebelumnya, meskipun hal tersebut disarankan untuk Cambridge, Inggris. Hal ini
karena muncul masalah ketika kendaraan berhenti dan parkir dan juga dapat
mendorong kendaraan untuk mempercepat kendaraannya untuk menghabiskan waktu
sesedikit mungkin di daerah terbatas. "Per jarak tempuh" dan
"per waktu yang dihabiskan" hanya dapat dilakukan dengan mempergunakan
sistem ERP otomatis.
Disarankan untuk kota-kota di Indonesia memulai dengan pengenaan retribusi
yang lebih sederhana "per sekali masuk/per sekali lewat". Sistemnya
haruslah sistem yang bebas penghalang berjalur banyak.
Metode pembayaran retribusinya juga ada berbagai cara, tergantung
bagaimana sistem ERP yang akan dibuat. Ada 2 jenis teknologi yang diterapkan
pada sistem ERP yaitu sistem aktif dan sistem pasif. Secara sistem, kata-kata
"pasif" dan "aktif" ditafsirkan secara berbeda oleh
berbagai pihak pengelola di berbagai negara. Definisinya adalah sebagai
berikut:
Sistem ERP Aktif:
i. Retribusi ERP didebet dari Unit On-Board (OBU) yang dipasang di kendaraan
di ujung depan [titik kendali gerbang (gantry) ERP] secara real-time ketika
kendaraan lewat di bawah gerbang di titik pengendali. Tidak ada rekening
prabayar di belakang atau penagihan bulanan yang diperlukan;
OBU aktif dan Kartu Tunai
ii. Dalam hal ini, OBU yang digunakan dapat memakai jenis yang berisi uang
elektronik (e-money) di dalamnya atau dengan kartu tunai pra-bayar yang
dimasukkan ke dalam OBU;
iii. Hal ini juga dianggap sebagai solusi Klien Gemuk (Thick Client solution)
karena OBU biasanya lebih cerdas, rumit dan lebih mahal;
iv.
Saat
pendebetan dilakukan di front-end pada tingkat gerbang dari kartu tunai
pra-bayar, Manajemen Kunci menjadi pertimbangan penting serta tingkat keamanan sistem
yang lebih tinggi dan karenanya front-end lebih rumit / mahal untuk dibangun
v.
Keunggulan
sistem ini
·
Pengemudi
tahu uang yang tersisa dalam kartu tunai (atau OBU dalam kasus uang elektronik)
untuk dipakai perjalanan berikutnya;
·
Pengemudi
tahu jika pendebetan ini berhasil ketika ia lewat di bawah gerbang setelah
mendengar suara "bip" sebagai konfirmasi pengurangan jumlah uang di
OBU;
·
Pengemudi
disadarkan bahwa ia harus membayar retribusi untuk menggunakan jalan, sakitnya
ketika membayar membantu dia untuk membuat pilihan perjalanan
Teknologi yang dapat digunakan adalah:
1.
Komunikasi
Langsung Jarak Pendek (Dedicated Short Range Communications - DSRC): 5.8 GHz
(OBU aktif)
·
Catatan: OBU
aktif memiliki sumber daya internal seperti baterai sehingga perangkat
elektronik internalnya bekerja dan memancarkan sinyal ke perangkat pembaca /
antena secara terus menerus meskipun tidak berada pada area gantry atau area
deteksi. Sehingga pemakaian OBU ini sangatlah boros baterai.
2.
Komunikasi
Langsung Jarak Pendek (Dedicated Short Range Communications - DSRC): 5.8 GHz
(OBU semi aktif)
·
Catatan: OBU semi
aktif juga memiliki sumber daya internal
seperti baterai. Tetapi daya ini tidak aktif secara terus menerus melainkan
hanya aktif kalau perangkat elektronik internalnya bekerja dari pancaran
gelombang elektromagnetik yang berasal dari perangkat pembaca / antena.
Singapura menggunakan sistem ERP aktif sejak tahun 1998 tetapi menggunakan DSRC
2,45 GHz (bukan 5.8 GHz) OBU pasif.
3.
Komunikasi
Langsung Jarak Pendek (Dedicated Short
Range Communications - DSRC): Infra Merah
Sistem ERP Pasif
i.Pemilik kendaraan harus membuka rekening di kantor pendukung administrasi
(back office) operator ERP dan memasukkan sejumlah uang yang sudah tertentu
jumlahnya, terkait dengan kendaraan yang dia kemudian, yaitu rekening yang
terikat pada identitas OBU (identifikasi data diri) yang dipasang di dalam
kendaraan. Contoh gambar OBU jenis ini adalah sbb:
OBU Semi Aktif
ii. Ketika kendaraan lewat di bawah gerbang ERP, perangkat pembaca / antena
membaca data diri OBU dan mengirimkan data diri ini kembali ke kantor pendukung
administrasi. Jumlah yang tepat dikurangkan dari rekening pra-bayar di kantor
pendukung administrasi, alternatifnya, tagihan bulanan dapat dipersiapkan dan
dikirim ke pengemudi mobil tersebut;
iii. Hal ini juga dikenal sebagai solusi Klien Kurus (Thin Client) karena
perangkat OBU-nya lebih sederhana dan lebih murah;
iv. Manajemen Kunci tidak begitu kritis karena pendebetan dilakukan di kantor
pendukung administrasi, pada lingkungan yang lebih aman;
v. Ini adalah pilihan yang lebih murah dan umumnya digunakan di sebagian
besar sistem pemungutan tol secara elektronik. Oleh karenanya akan ada banyak
vendor yang dapat memasang sistem ini.
vi.
Keunggulan
sistem ini
·
Disamping
secara sistem, penerapannya lebih mudah, sistem yang menggunakan OBU semi aktif
ini juga sangat murah dalam hal pemeliharaan dan biaya operasional karena, baterai
yang dipakai di dalam OBU ini sangat awet dan
digaransi sampai umur 5 tahun.
·
Kemampuan OBU
dengan sistem ERP ini untuk
diintegrasikan dengan kartu smart card juga memungkinkan, sehingga memberikan
pilihan yang lebih banyak dan flexibel kepada pemakai/pemilik kendaraan dalam
hal pembayaran retribusinya dan untuk keperluan pembayaran yang lain.
·
Pendebetan
secara otomatis ini pada area gantry juga sangat jelas diketahui
keberhasilannya karena akan ada tanda beep kalau transaksi sudah berhasil.
Adapun mekanisme untuk pengintegrasian OBU dengan kartu smard cardnya
bisa dilihat pada skema contoh integrasi antara OBU dengan JakCard (kartu
pembayaran yang sudah ada di DKI jakarta yang dikeluarkan oleh Bank DKI)
seperti di bawah ini:
Pada saat konsumen/ pemilik kendaraan mendapatkan OBU, JakCard akan
juga diinisialisasi sebelum
diintegrasikan dengan data OBU. Proses aktivasi dan integrasi JakCard dengan
OBU akan dilakukan pada back office dari OBU ini. Adapun kondisi sebelum
JakCard ini diintegrasikan adalah:
1.
Setiap OBU
memilki nomor seri yang unik
2.
Proses
pengintegrasiannya ada pada backoffice dimana
·
Database
OBU akan memilki informasi yang sama dengan yang dimilki oleh JakCard, jika
Bank DKI yang mengeluarkan OBU itu
·
Database
JakCard (yang dimiliki Bank DKI) akan memilki data yang ada di OBU juga.
3.
Informasi
yang berkaitan dengan JakCard dan OBU
akan diupdate pada masing-masing database di Jakcard dan OBU.
4.
Akan ada
rekening sentral (Central Account) dari JakCard dan OBU di Back Office
5.
Jumlah
uang (Account Balance) dari JakCard dan OBU ada pada Back Office.
Teknologi
yang dapat digunakan:
·
DSRC:
a.
5,8 GHz (OBU semi aktif);
b.
5,8 GHz (OBU pasif);
c.
Infra Merah
Sebagian besar ETC Eropa menggunakan teknologi DSRC 5.8 GHz (OBU semi
aktif) berdasarkan Standar CEN TC 278. DSRC 5,8 GHz (OBU aktif) digunakan di
Jepang saat ini. Mereka menggunakan perangkat ini untuk pemungutan yang
berkaitan dengan pungutan secara elektronik.
|
Ada beberapa
skenario yang memungkinkan untuk dilakukan di dalam aktivasi dan pengintegrasian OBU dengan
JakCard sbb:
1. Akuisisi
Kartu JakCard yang baru dengan OBU baru untuk nasabah Bank DKI
Gambaran proses aktivasi dan integrasi JakCard dengan
OBU :
Skenario 1- Akuisisi Kartu JakCard dan OBU Baru untuk Nasabah Bank DKI
Pada skenario
1, pemilik kendaraan yang sudah memiliki rekening di Bank DKI tapi belum
memiliki OBU dan kartu JakCrad, akan datang ke ”Point of Sales” (PoS adalah tempat untuk mendapatkan dan melakukan registrasi terhadap OBU)(di Bank DKI)
dimana mereka bisa mendapatkan OBU dan JakCard. Pada saat OBU dan Jakcard ini
diinisialisasi, data nasabah Bank DKI akan diintegrasikan dengan data OBU yang
didapat dari masing-masing databasenya.
2. Akuisisi OBU
dengan memakai kartu Jakcard yang lama untuk nasabah Bank DKI
Skenario 2- Akuisisi OBU Baru dengan memakai kartu JakCard yang lama
untuk Nasabah Bank DKI
Pada skenario
2, pemilik kendaraan yang merupakan nasabah Bank DKI dan belum punya OBU tetapi
sudah memiliki kartu JakCard, akan datang ke ”Point of Sales” (PoS) (Di bank
DKI) dimana mereka bisa mendapatkan OBU. Pada PoS ini akan didapatkan informasi
JakCard dari dbasenya demikian juga Informasi pemilik kendaraan yang ada di OBU
akan bisa didapatkan dari dbase OBU. Pada saat masing-masing database sudah
didapatkan akan menjadi dbase yang terintegrasi antara OBU dan JakCard. Setiap
ada perubahan data pada masing-masing dbase itu, akan mengupdate data base yang
sudah terintegrasi dengan data yang terbaru.
3. Akuisisi
kartu JakCard yang baru dan OBU untuk yang bukan nasabah Bank DKI
Skenario 3- Akuisisi kartu JakCard barudan OBU untuk yang bukan nasabah
Bank DKI
Pada skenario
3, pemilik kendaraan yang bukan nasabah Bank DKI dan belum punya OBU dan kartu
JakCard, akan datang ke ”Point of Sales” (PoS) (Di bank DKI). Di PoS, data
integrasi JakCard dan OBU akan didapatkan dari masing-masing dbase baik itu
dari dbase OBU dan dbase dari Bank DKI.
Dalam hal
ini, bank DKI akan memanage semua transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu
jakcard dengan bantuan clearing house dan akan mengupdate dabasenya untuk
keperluan integrasi dbase Jakcard dan OBU.
4. Akuisisi
JakCard yang baru jika hilang atau rusak tetapi masih ada OBU nya
Pada skenario
4, Pemilik kendaraan akan membawa OBUnya ke PoS untuk mendapatkan kartu jakcard
yang baru, dimana kartu ini akan dengan mudah didapatkan dengan melihat nomor
seri OBU yang sebelumnya menjadi referensi dari kartu jakcard yang lama.
Informasi yang ada pada OBU ini akan juga dengan mudah didapatkan dari info
jakcard yang lama dengan memakai identitas pemakai, identitas OBU.
Skenario 4- Akuisisi kartu JakCard baru karena rusak
atau hilang
5. Akuisisi OBU
yang baru jika OBUnya rusak atau hilang
Skenario 5- Akuisisi OBU baru karena rusak atau
hilang
Pada skenario
5, Pemilik kendaraan akan membawa jakcard yang lama ke PoS untuk mendapatkan OBU yang baru. Dalam
hal ini data OBU yang hilang yang masih tersimpan di dbase nya akan mudah
didapatkan dengan memberikan nomor ID dari kartu jakcard yang lama.
Perbandingan
OBU dari beberapa produk seperti di bawah ini
Dari Perbandingan OBU yang ada
di atas, dan menilik dari fiturtransponderdari vendor yang berbeda. Cukup menarik, metodekomunikasi yang
berbedayangdigunakanolehperusahaan yang berbeda. Mitsubishitampaknyaakan
menggunakanduplexlink aktifdata penuh, Efkonbergantung pada
penggunaankomunikasiinframerahantaraOBUdan pembacadan akhirnyaKAPSCHdan Q-Free baikmenggunakankomunikasiCEN-standar microwave(semi-aktif backscatter). Secara khusus,CEN-standar adalah mendapatkan popularitasdi seluruh
dunia, sebagai
produkyang keluar daristandar initelah menjadikomoditas industri. Melihat ke dalamOBUsdaripenjual ini, terlihat
bahwaOBUKAPSCHmemilikirentangsuhu operasionalhanya antara5dan 40derajat, rentang yangjauhakan
menghambatfungsiOBUdalamaplikasi praktis. Disamping itu besarnya kapasitas
memory juga menjadi alas an utama mengapa perlu diperhatikan karena akan
berpengaruh terhadap banyaknya aplikasi yang bisa diterapkan pada OBU itu. Kapasitas memori yang lebih kecil akanmembuat
sulituntuk menambahkanfitur barudan aplikasipada tahap berikutnya. Menariknya,OBUbarudariQ-Free mendukungpemrogramanaplikasi
barudiOBUmelalui penggunaanover-the-air pemrograman. Pada dasarnya, ini berarti bahwaaplikasiseperti
parkirmobil, kontrol akses, pengukuranwaktu perjalanan, pendaftaranelektronik dansebagainyadapat
ditambahkan kepopulasiOBUyang ada. Secara khusus, di daerah di manaaplikasibaru
sedangdikembangkan, sepertifitursangat nyamansebagai pemiliksistem
dapatmenggunakan kembaliOBUsyang ada.
Disamping itu kemampuan OBU untuk
melakukan transaksi data dari dan ke system pusatnya sangatlah krusial karena
semakin banyak transaksi, maka semakin besar pengaruh antrian pengeriman data
dari system ini. Pada Penerapan ERP, parameter ini sangatlah penting karena
akan memudahkan OBU melakukan transaksi dan pengemudi juga tidak perlu
melambatkan kendaraannya pada saat berada di bawah area gantry atau area
deteksi.
Dengan demikian, dari perspektifini,OBUdariQ-Free munculsebagai yang palingserbagunadari
produk yang lain.
5.Mekanisme Penindakan
Dilapangan
Sistem ERP yang dibuat tentu merupakan sistem yang
perlu dilengkapi dengan bagaimana caranya untuk meminimalkan pelanggaran
yang dilakukan terhadap sistem itu sendiri.
Metode penegakan hukum yang digunakan juga akan
mempengaruhi teknologi yang digunakan. Ada dua cara penegakan hukum yang bisa
digunakan, yaitu:
1. Hanya mencatat pelanggar, selanjutnya dilakukan
teguran/denda ke alamat pemilik kendaraan. Metode ini paling praktis dan murah,
tetapi memerlukan keakuratan database pemilik kendaraan serta aturan yang ketat
mengenai kepemilikan kendaraan.
Untuk kasus di Indonesia, metode ini tidak bisa
diimplementasikan secara penuh karena belum ada aturan yang ketat mengenai
kepemilikan kendaraan (data kepemilikan di STNK tidak selalu sama dengan
pemilik sebenarnya).
2. Mencatat pelanggar dan penindakan di tempat. Cara
ini memerlukan infrastruktur tambahan, yaitu sistem pengiriman data pelanggaran
dan bukti pelanggaran ke sebuah titik penindakan yang ditentukan. Hal ini bisa
dilakukan dengan alat handheld yang akan melengkapi petugas penindak dalam
melakukan tugasnya
Cara ini adalah cara yang realistis dilakukan di
Indonesia, yang nantinya akan perlahan-lahan dihilangkan jika database
kepemilikan kendaraan sudah akurat dan ketat.
Pada metode deteksi
pelanggaran, ada dua metode yang digunakan yaitu:
1. Menggunakan kamera untuk
menangkap gambar semua kendaraan yang lewat. Cara ini digunakan pada teknologi
ANPR. Biaya operasional relatif tinggi.
Metode yang digunakan
dalam sistem ini sederhana: foto-foto dari plat nomor dari semua kendaraan yang
lewat di bawah gerbang ERP atau dari semua kendaraan yang bergerak di sepanjang
jalan atau daerah yang dikenai retribusi yang ditangkap oleh kamera pada
berbagai titik yang dipilih dan dikirim ke kantor pendukung administrasi untuk
diproses lebih lanjut. Pembayaran oleh pengendara baik melalui penagihan
bulanan (pasca bayar) atau pendebetan rekening yang dibuka pada operator
(pra-bayar) di kantor pendukung administrasi. London menggunakan sistem ANPR
untuk pengoperasian ERP secara keseluruhan.
2.
Menggunakan kamera untuk menangkap gambar
pelanggar. Cara ini digunakan pada teknologi CEN DSRC dengan menggabungkan
antara sensor keberadaan kendaraan (optikal), transaksi OBU, dan kamera
pengambil gambar. Karena hanya gambar pelanggar yang digunakan, biaya
operasional menjadi rendah.
Singapura menggunakan ANPR
hanya untuk penegakan peraturan terhadap kendaraan yang melanggar. Pembayaran
retribusi ERP dalam sistem di Singapura melalui perangkat OBU dan kartu
pra-bayar. Karena masalah keleluasaan pribadi, gambar yang biasanya diambil
adalah plat nomor belakang. Hal ini juga penting untuk diupayakan agar
pengadilan dapat menerima foto plat nomor sebagai bukti, jika diperlukan.
Ada dua metode umum
pengambilan gambar
i. Dengan alat pendeteksi
1. Alat pendeteksi suasana sekitar (detector loop) jalan - yang paling
umum,murah, tetapi biaya pemeliharaannya tinggi, tidak begitu akurat
2. Alat pendeteksi gerakan - biaya yang wajar, tetapi tidak begitu akurat
3. Alat pendeteksi laser - biaya tertinggi, tetapi metode yang paling
akurat
ii. Dengan video
1. murah - tidak memerlukan prasarana dan perangkat lainnya
2. tidak begitu akurat
Kecepatan
maksimum kendaraan yang lewat perlu dipertimbangkan ketika merancang sistem
ANPR. Di kantor pendukung administrasi, foto-foto tersebut dibaca oleh sistem
karakter optik (optical character system - OCR) untuk mengekstraksi plat nomor
(Gambar 5). Standarisasi plat nomor kendaraan dalam hal ukuran, jenis dan warna
hurufnya akan menjadi suatu keuntungan untuk pemrosesan OCR. Seperti yang sudah
diduga, tingkat pembacaan ANPR akan lebih rendah pada malam hari, kecuali
menggunakan pencahayaan strobo untuk menerangi plat nomor. Pemrosesan ANPR /
OCR dapat dilakukan di fasilitas kantor pendukung setempat (front-end) atau di
kantor pendukung administrasi Untuk pemrosesan di fasilitas kantor pendukung
setempat, ANPR atas plat nomor akan ditanamkan dalam setiap kamera, kamera yang
lebih baik dan memerlukan lebih banyak pengenal plat nomor (1 per kamera).
Membutuhkan bandwidth yang lebih kecil untuk mengirim data yang sudah diproses
(informasi mengenai plat nomor) ke pusat pengendali. Untuk pemrosesan di kantor
pendukung administrasi, unit kamera murah dapat digunakan dan hanya 1 atau 2
pengenal plat nomor yang akan diperlukan. Namun memerlukan bandwidth yang lebih
besar untuk mengirimkan seluruh gambar ke kantor. (Singapura menggunakan sistem ini, tetapi hanya foto kendaraan yang
melanggar yang dikirim kembali ke kantor).
Pengambilan Gambar Plat nomor kendaraan secara otomatis
Keuntungan dari sistem ini
adalah bahwa sistem ini murah dan mudah diimplementasikan. Namun, ada juga
kelemahannya:
·
Kesulitan untuk membaca dan untuk mengekstraksi plat nomor karena
berbagai alasan: terhalang, kotor, cuaca buruk, waktu malam hari. Hal ini dapat
mengakibatkan tingkat kegagalan yang lebih tinggi dan intervensi manusia yang
besar
·
Membutuhkan sistem OCR yang tahan banting dan dapat diandalkan
·
Membutuhkan sejumlah besar kamera yang akan dipasang pada titik-titik masuk
ERP dan pada titik pandang yang lain.
·
Pekerjaan di kantor pendukung administrasi berat dan biaya operasional bisa
tinggi
Kelayakan Teknologi
Teknologi yang dipakai untuk
pengembangan sistem ERP ini haruslah teknologi yang memakai standar terbuka dan
menjamin pengembangan terhadap teknologi masa depan seperti ITS (Intelligent
Transportation System).
Dalam menyusun “System
Technology” dasar pertama adalah menentukan teknologi transaksi yaitu Committe
Europeen de Normalisation (CEN) Dedicated Short Range Communication (DSRC). Teknologi
ini harus sesuai dengan regulasi dari pemerintah. Sebelum menilai apakah CEN
DSRC sesuai dengan regulasi pemerintah berikut ini disampaikan mengenai
karakteristik CEN DSRC:
Type
|
Keterangan
|
Jarak Operasi
|
10 m – 20 m
|
Kecepatan pengiriman data (datarates)
|
1024 kbps
|
Frekuensi pembawa (Carrier frequency) /Bandwidth
|
5,795 Ghz – 5,815 Ghz / 20 Mhz
|
Duplex
|
Half - Duplex
|
Konsumsi Daya
|
RSE max EIRP* : + 33 dBm
Incident Power min : -43 dBm
|
Sistem Komunikasi
|
Passive ( semi aktif)
|
Transmisi data
|
Down link : 500 kbps (RSE to Vec)
Uplink : 250 kbps ( Vec to RSE)
|
Kanal
|
4
|
Jumlah kendaraan
|
2400 / jam
|
Kecepatan kendaraan
|
Sampai 200 km/jam
|
Akurasi Data
|
99,96 %
|
*EIRP ( Effective Isotropic Radiated
Power) adalah hasil perkalian antara daya yang dicatukan ke antenna dengan
penguatan antenna relative terhadap antenna isotropic pada suatu arah tertentu
Setelah diamati maka karatekteristik CEN DSRC ini
masih sesuai dengan Regulasi frekuensi dari KOMINFO (no
27/PER/M.Kominfo/6/2009). Pemerintah Indonesia dalam hal ini KOMINFO sebagai
regulator pengatur frekuensi mengikuti frekuensi ISM band (ITU-R) dengan frekuensi
antara 5.725 – 5.825 Mhz. Apabila dilihat dari spektrum DSRC dunia maka CEN
DSRC Masih berada pada koridor frekuensi yang dibolehkan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Adapun peraturan no
27/PER/M.Kominfo/6/2009 yaitu Setiap Pengguna pita frekuensi 5.8 Ghz ( 5,725
-5,825) dibatasi lebar pita
(Bandwidth) maksimal 20 Mhz, dengan daya pancar (power) Aplikasi
Point to Point (P to P ) maksimum EIRP +36 dBm, aplikasi Mesh maksimum EIRP +
33dBm, aplikasi P to MP makismum EIRP
+36 dBm, Aplikasi AP to MP maskimum EIRP +33 dBm, kecepatan transmisi data
sekurang-kurangnya 256 kbps. Setiap perangkat harus disertifikasi agar dapat
digunakan pada frekuensi tersebut untuk kebutuhan layanan pita lebar nirkabel
(wireless broadband) karena Ijin kelas
melekat pada sertifikat alat/perangkat tsb.
1.Kelayakan Teknologi, Biaya, dan Kehandalan
Ada beberapa metode yang
akan dipakai dalam menentukan jalur masuk area ERP pada suatu kawasan tertentu.
Adapun metode itu ada 2 pilihan teknologi yaitu:
1.Freeflow
Teknologi ini tidak
memerlukan gerbang. Transaksi pembayaran dilakukan secara otomatis dan
wireless, sehingga kendaraan melewati gantry dengan kecepatan biasa, tanpa
harus berhenti atau memperlambat kendaraan.
Pilihan ini cocok untuk
area urban seperti sistem ERP yang akan diimplementasikan di Jakarta, karena
tidak menambah antrian kendaraan yang akan melakukan pembayaran.
2.Plaza
Yakni memakai gerbang. Metode ini akan menambah antrian kendaraan yang bakal melakukan transaksi pembayaran. Teknologi ini hanya cocok untuk gerbang tol.
Yakni memakai gerbang. Metode ini akan menambah antrian kendaraan yang bakal melakukan transaksi pembayaran. Teknologi ini hanya cocok untuk gerbang tol.
Sebagai
kesimpulan dari bab yang sebelumnya, ERP dapat memakai teknologi transaksi sbb:
1. DSRC
Yakni menggunakan metode wireless charging dari jalur masuk terhadap smartcard yang diletakkan pada sebuah on-board unit (OBU) di kendaraan.
Yakni menggunakan metode wireless charging dari jalur masuk terhadap smartcard yang diletakkan pada sebuah on-board unit (OBU) di kendaraan.
Ada dua pilihan teknologi DSRC, yaitu microwave DSRC
dan infrared DSRC. Microwave DSRC adalah teknologi yang telah mature dan
terbukti sukses diimplementasikan di Singapura. Biaya operasional juga relatif
lebih rendah dibanding pilihan teknologi lain. Teknologi DSRC yang lebih mature
lagi adalah yang memakai standar CEN DSRC yang memakai standar terbuka dan
memakai OBU semi aktif yang menjamin kelangsungan hidup baterai yang lama
dibandingkan dengan DSRC biasa
2. ANPR
Yakni menggunakan metode pengenalan nomor plat mobil dari kamera yang dipasang di gantry. Kelebihan penggunaan teknologi ini adalah kendaraan tidak memerlukan on-board unit (OBU). Kelemahannya, teknologi ini hanya bisa menggunakan central account (yang terkoneksi dengan data nomer kendaraan) untuk melakukan pembayaran.
Yakni menggunakan metode pengenalan nomor plat mobil dari kamera yang dipasang di gantry. Kelebihan penggunaan teknologi ini adalah kendaraan tidak memerlukan on-board unit (OBU). Kelemahannya, teknologi ini hanya bisa menggunakan central account (yang terkoneksi dengan data nomer kendaraan) untuk melakukan pembayaran.
Teknologi ini hanya cocok digunakan jika telah
memiliki database nomor kendaraan yang sangat akurat serta telah memiliki
infrastruktur dan aturan-aturan mengenai interkoneksi database nomer kendaraan
dengan institusi perbankan. Biaya
operasional teknologi ini relatif lebih mahal dibandingkan pada teknologi DSRC.
3.
GPS
Yakni teknologi yang menggunakan bantuan satelit untuk mengetahui keberadaan kendaraan. Belum ada negara yang mengimplementasikan teknologi ini untuk sistem ERP. Biaya operasional juga sangat tinggi, karena harga OBU GPS masih tinggi. Selain itu, isu pelanggaran privacy menjadi kendala utama implementasi sistem ini.
Yakni teknologi yang menggunakan bantuan satelit untuk mengetahui keberadaan kendaraan. Belum ada negara yang mengimplementasikan teknologi ini untuk sistem ERP. Biaya operasional juga sangat tinggi, karena harga OBU GPS masih tinggi. Selain itu, isu pelanggaran privacy menjadi kendala utama implementasi sistem ini.
Komponen utama dalam sistem
ERP yang disarankan untuk diterapkan di Indonesia dan sesuai dengan kondisi
karakteristik di Jakarta adalah:
1.
Road Side Equipment ( Area Deteksi yang dipasang di
Jalan) ; pada area deteksi ini, akan dipasang beberapa alat yang mendukung
sistem ini bekerja dengan sempurna yaitu:
a.
Kamera ANPR ( Automatic Number Plate Recognition),
kamera ini berfungsi untuk mengidentifikasi kendaraan yang lewat pada area
deteksi dengan memberikan gambaran citra plat nomor kendaraan tersebut.
b.
Laser Scanner : alat ini dipakai untuk mendeteksi
dan mengklasifikasi jenis dari kendaraan
yang melewati area deteksi
c.
DSRC Antenna : adalah antena yang dipakai untuk
berkomunikasi dan menerima data data dari OBU
d.
Pengontrol Lajur (Lane Controller) : alat ini
berguna untuk memonitor, memverifikasi dan mengolah data yang dikumpulkan oleh
komunikasi data antara OBU dengan DSRC antenna
e.
OBU (On Board Unit) : adalah alat yang dipakai
sebagai media penyimpan data kendaraan dan sebagai alat transaksi data dengan
antenna DSRC
2.
Operational Back Office (Sistem Pusat); alat ini
dipakai sebagai sistem pusat yang mengolah dan menganalisa kumpulan data dari
area deteksi (Road Side) dan mendukung proses internal yang memiliki
keterkaitan dengan penyedia layanan dari pihak lain.
Secara keseluruhan, sistem ini memberikan kemanfaatan yang bisa mengurangi
kemacetan di area koridor ERP dan merubah prilaku berkendara bagi para
pengemudi dan pemilik kendaraani. Hal ini bisa dilihat dari beberapa alasan
mengapa ERP ini diperlukan segera di
Indonesia.
Ø Aspek Kenyamanan : Sistem ERP ini memastikan kenyamanan bagi pengendara karena
bisa mengurangi kemacetan dan mengubah prilaku pengendara ke arah pola
berkendara yang bijaksana dan efisien.
Ø Kehandalan : Masa pemakaian baterai OBU melebihi 5 tahun, OBU dapat membaca data
kendaraan yang kecepatannya walau melebihi 200 km/jam. Sistem ini juga sudah memenuhi standar
Internasional untuk performansi komunikasi
Ø Menawarkan beragam layanan: OBU dapat mengakomodir sistem ERP dan sistem lainnya yang siap
untuk aplikasi dimasa depan dan secara sistem, ERP ini juga dapat memberikan
informasi lalu lintas dan pergerakan kendaraan
Ø Berbiaya Operasi Rendah;
dibandingkan dengan manfaat yang didapatkan dari sistem ini, biaya pembelian
OBU ini relatif terjangkau dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi
Ø Open Standard ; sistem ini
merupakan sistem terbuka yang memenuhi standar internasional dan mudah
diintegrasikan dengan sistem lain
Ø Availability (Ketersediaan
Sistem); Sistem ERP ini memiliki modul dengan masa pakai yang panjang dan kemampuan
menganalisa secara kendali jarak jauh (remote)
Jakarta sebagai kota yang
besar dan memiliki jumlah kendaraan yang sangat banyak, perlu dikaji lebih
lanjut di dalam penerapan ERP. Selain memahami kondisi lalu lintas dan karakteristik land use dan jalan-jalan di kawasan 3 in 1 maka kondisi lain yang perlu
diperhatikan juga dalam melakukan perancangan ERP yang sekaligus merupakan tantangan adalah:
- Bagaimana dapat mengimplementasikan sistem ERP dengan teknologi Multi lane Free Flow (MLFF) yaitu suatu jalur-jalur lintasan kendaraan di jalan tidak menggunakan suatu hambatan seperti portal tetapi system terbuka.
- Bagaimana menangani pelanggar yang melintasi ERP baik kendaraan umum maupun pribadi misalnya menggunakan alamat palsu, nomor kendaraan palsu, dll.
- Bagaimana membangun basis data Kendaraan yang memiliki tingkat kemanan dan validitas yang tinggi
- Bagaimana mengakomodasi kendaraan yang datangnya dari luar kota Jakarta yang melewati 3 in 1.
- Bagaimana mendesain retribusi kawasan 3 in 1 yang berbasis koridor pada jalan tertentu yang berdampingan dengan jalur busway.
- Bagaimana mengatasi potensi kebocoran akibat dari banyaknya persimpangan jalan dan kendaraan yang kendaraan masuk dari belakang gedung atau sebaliknya masuk dari 3 in 1 keluar dari gedung tidak melintasi kawaan 3 in 1
- Pengaruh Kebijakan Pemerintah pusat dalam penghapusan subsidi Premium bagi kendaraan pribadi terhadap pendapatan hasil retribusi kendaraan untuk meningkatkan layanan publik
Dengan memahami land use dan kondisi lalu
lintas didaerah 3 in 1 maka dapat
merumuskan Sistem ERP yang tepat. Sistem
ERP yang dibangun dapat digunakan oleh
kendaraan yang berasal dari luar Jakarta dan memiliki tingkat keamanan serta
memiliki validitas data tinggi dalam
menangani pelanggaran dan disiplin.
Pada pendahuluan sudah disampaikan bahwa solusi
untuk implementasi ERP di Jakarta adalah
bukan hanya untuk menyelesaikan masalah kemacetan hanya dari sisi
pembatasan tetapi juga dari disiplin berkendaraan untuk itu solusi yang
diajukan adalah ERP dengan ketentuan yaitu Pertama
Setiap kendaraan yang memasuki daerah ERP harus menggunakan suatu
transponden yang disebut OBU. OBU terbagi dua yaitu OBU untuk kendaraan
komersial ( umum dan angkutan barang)
dan OBU untuk kendaraan pribadi. Struktur data dalam OBU telah memuat
data-data elemen untuk kebutuhan displin, penanganan pelanggaran dan ERP.
Kendaraan yang melanggar akan terkena denda baik kendaraan pribadi maupun umum
hanya bedanya pribadi pelanggaran bisa karena tidak membayar sedangkan kendaraan
umum hanya karena melanggar disiplin misalnya ngetem, keluar jalur dll. Kedua Database kendaraan yang dibangun
adalah merupakan data yang berasal dari SAMSAT yag telah dilakukan verifikasi
dan validasi dengan aplikasi Sistem ERP. Ketiga
Aplikasi sistem ini ( Registrasi, verifikasi dan authorisasi) dapat membedakan mana kendaraan yang berasal
dari luar Jakarta sehingga secara intelligent kendaraan dari luar Jakarta dapat
menggunakan tanpa ada diskriminasi sehingga struktur database akan menjadi
seperti gambar dibawah ini. Keempat
terdapat control gantry yang akan menginformasikan mengenai kawasan ERP dan
juga untuk mengumpulkan data trafik sebelum memasuki daerah ERP ( Gantry ERP). Kelima adalah memudahkan para pengguna
untuk menggunakan sistem pembayaran yang sesuai dengan keinginan masing-masing
yaitu dapat berupa pra-bayar atau paca bayar. Secara pembentukan data base dari
sistem ERP dapat digambarkan sbb:
Pada pentahapan awal
penerapan ERP di Jakarta akan mengambil jalur 3 in 1 dengan memakai sistem
koridor dengan melihat pertimbangan karakteristik lalu lintasdan ketersediaan
angkutan umum di area ERP tersebut. Kawasan
3 in 1 adalah kawasan yang memanjang dari selatan ke utara dimulai dari arah
Blok M menuju Kota dan dari Barat ke Timur dimulai dari Gerbang Pemuda menuju ke perapatan Kuningan ( Jalan Rasuna
Said). Jalan-jalan yang dilalui adalah dari Selatan ke Utara adalah Jalan
Sisingamangaraja, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan Medan Merdeka
Barat, Jalan Majapahit, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, sampai statsiun Kota. Dari arah Barat menuju
ke Timur adalah Jalan Gatot Subroto dari Gerbang Pemuda sampai perempatan Jalan
HR Rasuna Said. Selengkapnya lihat gambar dibawah ini.
Tujuan implementasi
ERP di kawasan 3 in 1 ini adalah untuk mengurangi kemacetan pada jam-jam sibuk
. Untuk merancang sistem ERP diperlukan pemahaman mengenai kondisi lalu lintas
daerah 3 in 1. Pertama adalah berapa jumlah kendaraan yang memasuki
kawasan 3 in 1 setiap hari. Berikut ini adalah hasil survey yang dilakukan oleh
konsultan selama 16 jam/hari kendaraan yang memasuki daerah 3 in 1 dari
berbagai arah. Dari arah Kota yaitu Jl Hayam Wuruk sekitar 114,724 kendaraan,
Jalan Thamrin sekitar 129,858 kendaraan, Jalan Jenderal Sudirman sekitar
160,331 kendaraan, Jalan Gatot subroto arah Komdak sekitar 174,683 kendaraan dan dari Jalan Gatot
Subroto arah MPR/DPR sekitar 148,162 kendaraan. Kedua adalah Komposisi
moda kendaraan yang masuk adalah 54% kendaraan sepeda motor, sisanya kendaraan
Pribadi. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Tetapi untuk
mendapatkan data yang lebih akurat lagi, diperlukan adanya survey kendaraan
yang melewati area yang akan dijadikan lokasi penerapan teknologi ERP.
Ketiga adalah selain
komposisi kendaraan yang perlu diperhatikan lebih terinci adalah Komposisi
kendaraan yang berasal dari dalam kota Jakarta ( Nomor kendaraan plat B) dan
kendaraan dari luar Jakarta (Plat nomor
B tetapi Samsatnya bukan di Jakarta dan bukan plat nomor B), Keempat adalah berapa % kendaraan yang
berkantor atau tinggal di daerah 3 in 1.
Kelima adalah kecepatan kendaraan
pada setiap segmen jalan di wilayah ERP. Hasil survey dari konsultan sebelum 3
in 1, saat 3 in 1 dan setelah 3 in 1 terlihat ada perubahan kecepatan dari
setiap segmen jalan walau pun secara rata-rata kecepatannya meningkat.
Selain kondisi lalu lintas yang harus
diperhatikan pertama adalah land use kawasan 3 in 1. Dibawah ini
adalah hasil survey dari land use kawasan 3 in 1.
Kedua banyaknya persimpangan jalan yang melintasi
kawasan 3 in 1 yang membentang dari Blok M sampai Kota (sekitar 15
persimpangan). Ketiga adalah Banyaknya gedung-gedung yang membuka
akses jalan ke luar melalui belakang gedung sebagai solusi bagi tenant yang
masuk ke gedung tanpa melalui kawasan 3 in 1. Keempat adalah ketidak disiplinan pengguna jalan pada saat dan setelah 3 in 1
diberlakukan.
2.Keluwesan Pengembangan
dan Integrasi Sistem Lanjutan
Karena sistem ERP yang
disarankan memakai standar terbuka CEN DSRC, maka kemungkinan pengembangannya
juga sangat terbuka dan kompatibel dengan teknologi masa depan ITS dengan hanya
menambah fungsi dan fitur dari peralatan yang sudah terpasang ditambah software
yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun sistem ITS itu adalah merupakan
penggabungan dari sistem intelligent transportasi yang lain termasuk ERP
Penggabungan Teknologi
ITS
Dalam penerapan teknologi
ITS sebagaimana telah diuraikan pada point di atas, penerapan tersebut tentunya
membutuhkan penggabungan teknologi-teknologi komunikasi yang sangat memegang
peranan yang sangat penting sehingga ITS dapat terintegrasi secara baik. Kebutuhan teknologi-teknologi
komunikasi tersebut meliputi:
1. Personnel and portable
communications and multimedia
2. Internet
3. High bandwith
communication backbone
4. Detector and sensor
system
5. Vehicle Tracking
Teknologi komunikasi ini sangat penting dalam mengumpulkan
dan menyebarkan data real time dari pergerakan orang dan kendaraan. Detector
dan sistem sensor merupakan kebutuhan fundamental dalam manajemen lalu lintas
yang canggih. Berbagai teknologi deteksi sangat dibutuhkan untuk mendapatkan
gambaran yang berarti tentang jaringan transportasi, mulai dari deteksi antrian
kendaraan, penggunaan kendaraan untuk penerapan penggunaan kendaraan tingkat
tinggi, jenis kendaraan, kecepatan kendaraan (untuk penegakan hukum),
klasifikasi kendaraan (untul pentarifan tol).
Kunci utama dalam penggabungan teknologi detektor
dan sensor termasuk video, kaser scanner, microwave radar (untuk memonitor
kecepatan kendaraan dan untuk komunikasi kendaraan ke roadside; vehicle-to road
side communications) dan infrared (untuk aplikasi pada tunnel dan beberapa
vehicle-to road side communications).
Penerapan penggabungan teknologi komunikasi ini akan
mampu melacak kendaraan yang melalui jaringan jalan, baik menggunakan
transponder tag, handphone atau umumnya pembacaan nomor pelat kendaraan melalui
sistem pengenalan karakter optikal (optical character recognition systems)
berdasarkan gambar dari video yang terekam. Pelacakan kendaraan akan membuka
peluang untuk deteksi yang lebih luas tanpa menambah biaya yang berhubungan
dengan installasi sensor tradisional. Pelacakan kendaraan ini memberikan
informasi real time dari suatu titik ke titik lain sepanjang perjalanan
kendaraan dimana data ini biasnya sangat diinginakan oleh para engineeer lalu
lintas. Pelacakan kendaraan menerapkan teknologi komunikasi wireless untuk
mengoleksi dan menyebarkan informasi real time.
Penerapan ITS sesuai
dengan Luasan Wilayah Kota
Dengan pertimbangan biaya dan keekfektifan serta
keefisienan penerapan ITS, tidak semua teknologi ITS dapat diterapkan dalam
suatu wilayah perkotaan (perlu ada prioritas penerapan ITS). Hal ini khususnya jika negara
tersebut adalah negara yang sedang berkembang. Ukuran perkotaan apakah kota
kecil, sedang atau besar dapat menjadi suatu acuan teknologi ITS apa yang dapat
diterapkan pada kota tersebut. Tabel dibawah ini memberikan gambaran tentang
ukuran suatu kota dan teknologi ITS yang mungkin dapat diterapkan.
Tabel Rekomendasi Penerapan Teknologi ITS berdasarkan
Ukuran Kota
ITS User Service Bundle
|
User Services
|
Contoh Penerapan
|
Kota Kecil
< 0.5 Juta
|
Kota Sedang
0.5 – 1.5 Juta
|
Kota Besar
>1.5 Juta
|
Manajemen Lalu
lintas (Traffic Management)
|
Pendukung perencanaan
transportasi (Transportation planning
support)
|
Model permintaan
transportasi perkotaan, Model simulasi persimpangan, Sistem GIS untuk
manajemen data geografis
|
Hanya aplikasi
yang sederhana
|
Ya
|
Ya
|
Urban Traffic
Control (UTC) atau Area Traffic Control (ATC)
|
Ya, tetapi sinyal
dengan fixed time tampaknya lebih tepat dihubgungkan dengan sistem
komputerisasi mengiringi perkembangan kota
|
Ya, dengan sinya
fixed time
|
Ya, mungkin
diperlukan UTC Dinamis (responsif terhadap permintaan)
|
||
CCTV
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
||
VMS
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
||
Variable Speed
Limit Signs (VSL) dan pendukung perangkat hukum
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
||
Inductive loop
(pada perkerasan jalan), infrared (diatas), optical via intelligent camera
(diatas) untuk deteksi kendaraan
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
||
Automatic Incident
Detection (AID), termasuk pengidentifikasi kemacetan
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
||
LED sinyal lalu
lintas dan tanda peraturan jalan
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
||
Manajemen
kejadian khusus (Incident management)
|
Deteksi dan
verifikasi Insiden,menggunakan CCTV dan dimonitor oleh pusat kontrol
|
Lihat di atas
|
Lihat di atas
|
Lihat di atas
|
|
Manajemen
permintaan (Demand management)
|
Automatic Vehicle
Identification (AVI)
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
|
Pembayaran
elektrik
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
||
Penegakan hukum lalu
lintas (Policing/enforcing traffic
regulation)
|
Variasi teknologi/sistem
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
|
Manajemen
pemeliharaan infrastruktur (Infrastructure maintenance management)
|
Variasi
teknologi/sistem
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
|
Informasi
pengguna sistem transportasi (Traveller information)
|
Informasi
sebelum perjalanan (Pre-trip
information)
|
Variasi
teknologi/sistem
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Pelayanan
informasi personal (Personnel
information services)
|
Variasi
teknologi/sistem
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
|
Navigasi dan
bimbingan rute (Route guidance and
navigation)
|
Sistem navigasi
dalam kendaraan
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
|
Kendaraan
Komersial (Commercial Vehicle)
|
Pra pembukaan
kendaraan komersial (Commercial vehicle
pre-clearance) dan Proses administrasi kendaraan komersial (Commercial vehicle administration
processess)
|
Pertukaran data
eklektronik
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
Manajemen armada
komersial (Commercial vehicle fleet
management)
|
Fleet Management
System (FMS)
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
|
Angkutan umum
(Public transport)
|
Manajemen
angkutan umum (Public transport
management)
|
Fleet Management
System (FMS)
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Manajemen
darurat (Emergency management)
|
Pemberitahuan keadaan
darurat dan Keamanan personal (Emergency
notification and personnel security)
|
CCTV
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Manajemen
kendaraan darurat (Emergency vehicle
management)
|
Fleet Management
System (FMS)
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
|
Pemberitahuan
material berbahaya dan kecelakaan (Hazardous
materials and incident notification)
|
Fleet Management
System (FMS)
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
|
Pembayaran
elektrik (Electric Payment)
|
Transaksi
keuangan elektrik (Electronic financial
transaction)
|
Variasi teknologi/sistem
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Keamanan (Safety)
|
Peningkatan
keamanan untuk pengguna jalan yang riskan (Safety enhancement for vulnerable road users)
|
Intelligent
pedestrian Crossing (Penyebrangan untuk pejalan kaki yang cerdas)
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Tujuan dari dibuatnya
sistem ini adalah untuk membantu mengurangi dampak kemacetan dan bahkan
kecelakaan yang terjadi di jalan. ITS sendiri dapat brupa sistem yang
menyajikan data realtime mengenai keadaan di jalan, sistem manajemen lalu
lintas yang menghindari kemacetan di jalan, sistem automasi pembayaran lalu
lintas, sistem pengelola transportasi umum, ataupun automasi sistem
transportasi yang sudah terintegrasi.
Adapun maksud dan tujuan
aplikasi ITS di Jakarta adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kenyamanan bagi
pengguna jalan, khususnya keselamatan dan keamanan dalam perjalanan.
b. Dengan system canggih ini pengguna jalan dapat menampilkan
informasi kendaran secara visual sehigga dapat memilih jalur dan kecepatan yang
tepat untuk menghindari masalah trnasportasi seperti macet dan kecelakaan.
c. Mengurangi pemborosan biaya
operasional kendaraan sebagai akibat dari masalah lalu lintas.
d. Menciptakan keteraturan mobilitas transportasi yang terstruktur,
efektif, dan efisien.
e. Dalam jangka panjang, mampu mendorong kemajuan pertumbuhan
ekonomi sebagai point dari daya dukung dan ketersediaan system transportasi.
f. Pemantauan (Monitoring), yang berfungsi untuk memantau keadaan
lalu lintas di jalan.
g. Memberikan pelayanan bagi pengguna BRT, sehingga menarik
masyarakat untuk menggunakan BRT.
Pengembangan ITS Jakarta
4.Konfigurasi Sistem ERP
Dalam merancang sistem ERP ada 3 hal yang perlu diperhatikan adalah :
-
“System
Charging”
yaitu bagaimana prinsip-prinsip kutipan yang disesuaikan
dengan jenis road pricing yang akan diberlakukan dan kondisi lalu lintas pada
kawasan 3 in 1 tersebut.
-
“System
Operation / Administration”, yaitu bagaimana skema pelaksanaan
operasional dari ERP yang dimulai dari pendaftaran, system pembayaran, pelaksanaan
penegakan hokum dengan cara denda, dll
-
“System
Technology”,
yaitu berhubungan dengan jenis peralatan dan sistem aplikasi yang dibutuhkan
untuk mendukung pada kedua system diatas.
System Charging
Dalam menyusun “System Charging” dasar pertama adalah menentukan Tujuan
Kebijakan dari pelaksanaan ERP di wilayah 3 in 1 tersebut, berdasarkan
karakteristik wilayah 3 in 1 tersebut dan dasar hukum yang menjadi acuan. Usulan kami adalah sebagai
berikut:
Item
|
Keterangan /
Parameter
|
Tujuan Kebijakan
(Policy Objective)
|
Pengelolaan
kemacetan pada kawasan 3 in 1
|
Tujuan Penerapan
(Implementation Objective)
|
-
Mengurangi
kemacetan sehingga akan meningkatkan mobilitas dan aksasbilitas kendaraan
pada kawasan 3 in 1
- Mengikatkan displin berkendaraan pada kawasan
3 in 1 dan
-
Memperbaiki
Angkutan Publik Khususnya di Kawasan 3 in 1
|
Dasar Penerapan
|
Sesuai dengan UU no 22 tahun 2009 pasal 133 ayat 3 yaitu
Pengenaan Retribusi Lalu lintas.
|
Jenis “Road
Pricing”
|
Sesuai dengan UU no
22 tahun 2009 pasal 133 ayat 2 yaitu pembatasan kendaraan pada
koridor/kawasan (‘ Corridor Charging’) dalam hal ini pada koridor / kawasan 3
in 1
|
Dasar pengenaan
Kutipan (Charging Basis)
|
Sekali Masuk ke kawasan 3 in 1 dengan parameter berdasarkan lokasi (
jalan), waktu dan jenis kendaraan serta kecepatan
|
Sistem Kutipan (
Charge System)
|
Pra Bayar dan/atau Pasca Bayar melalui OBU
|
Sistem
Penanganan Pelanggaran ( Enforcement system)
|
Setiap
Pelanggaran akan dikenakan denda.
|
System Operation / Administration
Dalam menyusun “System Operation” dasar pertama
adalah menentukan tarif Tujuan Kebijakan dari pelaksanaan ERP di wilayah 3 in 1
tersebut, berdasarkan karakteristik wilayah 3 in 1 tersebut dan dasar hukum
yang menjadi acuan. Bisa diusulkan sebagai berikut:
Item
|
Keterangan
|
Kawasan
Operasional
(Operational
area)
|
Kawasan 3 in 1: Mulai dari Sisingamangaraja sampai Hayam Wuruk, dan sebagian jalan
Gantot subroto (Gerbang pemuda) sampai dengan Lampu merah Kuningan ( HR
Rasuna Said) ditambah sepanjang jalan HR Rasuna Said
|
Waktu Operasional
(Operation hours )
|
Jam Kerja mulai
7:00– 10:00 dan 16.30 – 19.00, kecuali hali libur nasional dan weekend
|
Target Kendaraan
(Vehicle target )
|
Sesuai dengan UU no
22 tahun 2009 pasal 133 ayat 2 yaitu kendaraan pribadi dan angkutan barang
kecuali ambulan, taksi, kendaraan umum.
|
Tarif (Fee)
|
Bervariasi berdasarkan lokasi, waktu dan jenis kendaraan serta
kecepatan.
|
Metoda Pembayaran
( Payment Method)
|
Bisa Prabayar dengan OBU atau link ke kartu prabayar dan Pasca Bayar
menggunakan kartu kredit/ debit. Pembayaran dapat dilakukan melalui Bank,
Outlet dll.
|
Target Biaya
operasional (Operation Cost )
|
Estimasi 20% dari
Pendapatan
|
Vehicle
Registration
|
ERP System mengambil data dari kantor SAMSAT dapat secara online, hook-up atau manual.
|
Jenis –
Jenis Pelanggaran (Enforcement Type)
dan metoda penanganan pelanggaran ( Enforcement method)
|
Pelanggaran
terjadi karena tidak memiliki OBU, jika nomor kendaraan tidak cocok antara ERP
database dengan nomor kendaraan yang diambil system.
Penanganan
pelanggaran menggunakan ERP Control System
Mobile Inspection secara langsung (On the spot) oleh petugas dilapangan dan
mengirimkan surat ke pada pemilik kendaraan apabila yang bersangkutan tidak
melaporkan dalam waktu 1 minggu.
|
Rencana hasil
pencapaian (Result Target )
|
Kemacetan akan
berkurang minimal 20% -25%
Mobilitas dan
aksesibiitas meningkat 10% - 30%
Kecepatan
bertambah 40 km/jam – 50 km/jam
|
System Teknologi
Dalam menyusun “System Technology” dasar pertama adalah menentukan tarif
Tujuan Kebijakan dari pelaksanaan ERP di wilayah 3 in 1 tersebut, berdasarkan
karakteristik wilayah 3 in 1 tersebut dan dasar hukum yang menjadi acuan. Usulan kami adalah sebagai berikut:
Item
|
Keterangan
|
Road Charging
|
Multilane Free Flow
(MLFF)
|
Gantry Structure
|
Single Gantry
|
Gantry Function
|
Traffic control and charging function
|
Number of Gantry
Location
|
65 Location
|
Transaction
Technology
|
CEN DSRC
|
Communication
Method
|
Passive / Semi active DSRC
|
Type of OBU
|
One Piece OBU or Integrated with smart card
|
Frequency
Bandwidth
|
5.8 Ghz
|
Payment
Infrastructure
|
Menggunakan OBU dengan cara prabayar dan pasca bayar.
|
Violation
Detection
|
ANPR Camera
|
Enforcement
system
|
VISA-Tag dan
Kamera ANPR, Apabila terjadi pelanggaran maka system akan merekam data video
tersebut.
|
Computer
Processing
|
Hybrid
|
Identification
|
OBU and OBU
Reader
|
Detection
|
Laser scanner
|
Classification
|
Laser scanner
|
Display
Information
|
Variable Messaging System (VMS)
|
Network
Infrastructure
|
FO ( main) ,
Wireless (Backup)
|
RANCANGAN TERPERINCI
Secara Garis besar
arsitektur ERP dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Passage Collection System
Terdiri dari OBU dan perangkat Road Side System yang dipasang pada suatu
gantry, memiliki fungsi untuk mengumpulkan data trafik, data pembayaran dan
data pelanggaran. Peralatan pada Gantry memiliki fungsi antara lain sebagai ERP
Detection System, OBU Reader untuk berkomunikasi dengan OBU, ERP imaging System
yang dihubungkan dengan Roadside Host computer yang memiliki aplikasi untuk
mengolah data dari OBU dengan data yang diperoleh dari gantry tersebut.
Data-data dari ERP data
collection dikirim melalui jaringan komunikasi data ke backoffice system dalam
hal ini ada dua yaitu Operational Backoffice dan Commercial Backoffice.
Berikut akan dijelaskan
mengenai Perangkat ERP adalah: OBU, Road
Side system, Data Communication System, Back Office dan Enforcement agent serta
Point Of Sale (POS).
Rancangan OBU
OBU yang berlaku adalah yang memiliki fungsi
aplikasi untuk ERI (Electronic Registration and Identification) dan EFC (Electronic Fee Collection). Fungsi ERI
digunakan untuk melakukan verifikasi apakah kendaraan tersebut adalah legal dan
memiliki alamat pemilik yang sesuai dengan KTP untuk memudahkan penanganan
pelanggaran. Kemudian Fungsi EFC adalah
digunakan oleh operator ERP untuk melakukan verifikasi apakah pemilik kendaraan
memiliki validitas menggunakan OBUuntuk pembayaran. Apabila OBU tersebut termasuk
kategori backlist maka, system akan memerintahkan modul enforcement melakukan
penindakan
OBU dipasang dengan mudah dipasang
sendiri tanpa melalui bantuan Bengkel. Adapun cara pemasangannya adalah sbb:
1. Lepaskan
backet, 2. Pasang bracket pada kaca mobil depan ( dekat spion dalam), kemudian
3 Lepaskan lem/ Perekat pada OBU dan 4. Pasangkan pada bracket.
Contoh Pemasangan OBU pada beberapa
kendaraan.
VISA ID (Vehicle Identity Security
Authentication) ini adalah merupakan OBU ID dalam sistem.
Validasi data OBU dilakukan melalui
proses seperti yang terlihat pada gambar dibawah in
Rancangan RoadSide System
Visa data
collection Terdiri dari OBU dan Road side system yang memiliki fungsi untuk
mengumpulkan data trafik, data pembayaran dan data pelanggaran terdiri dari
gantry yang memiliki fungsi sebagai ERP Detection System, OBU Reader untuk
berkomunikasi dengan OBU, ERP imaging System, Roadside Host computer yang
memiliki aplikasi untuk mengolah data dari OBU dengan data yang diperoleh dari
jalan seperti pelanggaran, pembayaran dll.
Konfigurasi ERP data Collcetion dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
OBU Reader :
Membaca OBU yang akan melewati gantry dan mengirimkan data kepada Visa Road
side host computer untuk diproses lebih lanjut.
ERP Detection
System: Merupakan Infrared laser yang
menyebar sepanjang jangkuan dijalan dapat mendeteksi lokasi kendaraan secara
tepat dengan akurasi 99.9% dan mengklasifikasi semua jenis kendaraan yang
lewat, berdasarkan tinggi, lebar dan panjang kendaraan serta jumlah roda.
Contoh profile dari kendaraan truk dibawah ini.
Penampang truk
tanpa gandengan dengan truk gandengan
ERP Enforcement Imaging System: Mengambil citra
kendaraan dan nomor plat mobil menggunakan teknologi OCR. Tingkat Keyakinan 95%
, dengan kemampuan membaca 2600
kendaraan per lane / per jam. Citra dikompres dengan teknik JPEG dengan rsolusi
yang tinggi. Data dikirim ke Road side host computer berupa citra, nomor
kendaraan , lokasi, waktu dan nomor peralatan yang merekamnya.
•
Citra yang dihasilkan di tandatangani
secara digital untuk kebutuhan legal.
•
Citra yang dihasilkan memiliki informasi mengenai nomor plat
kendaraan.
Road side host computer: sebagai pusat pengumpulan
dan pemrosesan serta pengiriman data pada system tepi jalan ke OBU dan
backoffice. Data-data tsb
seperti data transaksi ( image misalnya, ) data referensi ( tariff misalnya),
dll.
The Cabinet:
- Network equipment, Console Server
- Power supplies / converters / UPS
- RSE sensors (temperature, flooding, cabinet door)
- Heater / cooler
•
Double-walled
construction.
•
Doors, walls
and roof are made of aluminium
•
EMC and
Environmentally tested ETS 300-019-2-4:
5.Kelayakan Tarif ERP
Penetapan
tarif (biaya retribusi kemacetan) adalah suatu masalah yang rumit. Menetapkan
tarif pertama untuk mobil pribadi memerlukan suatu pertimbangan serius. Jika
ditetapkan terlalu rendah maka tidak akan terjadi pengurangan lalu lintas atau
jika terlalu tinggi maka menjadi terlalu "berlebihan". Dengan
mempergunakan pendekatan tradisional untuk mendapatkan tingkat harga tertentu
untuk dapat mengembalikan biaya modal dan operasional, yaitu untuk membuat
pendapatan dari sistim menjadi netral. Namun, PP dengan jelas
mengharapkan untuk mendapatkan penghasilan tambahan untuk diolah kembali bagi
peningkatan arus lalu lintas dan pelayanan angkutan umum. Biaya modal dan
operasional sulit untuk ditentukan sampai sistim beroperasi. Juga tidak mungkin
untuk mengumumkan tarif hanya setelah sistim siap untuk beroperasi - tarif
harus diumumkan jauh lebih awal dari operasi. Tarif untuk kota-kota di Indonesia
harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi untuk memenuhi nilai patokan dalam
pengurangan arus lalu lintas yang telah ditentukan sebelumnya . Selain
itu, pendapatan dari kendaraan harus mencukupi untuk setidaknya mengembalikan
biaya modal dari sistim dalam waktu 2 sampai 3 tahun dan di tahun-tahun
setelahnya dapat mencukupi biaya operasi dan pemeliharaan.
Dalam kasus
Singapura, masa pengembalian (payback period) untuk sistim manual dan
elektronik adalah sekitar 3 tahun dalam setiap kasus.
Tingkat Layanan / Kurva kecepatan-arus
Di sebagian
besar kota-kota besar, arus lalu lintas waktu puncak beroperasi terutama di
tingkat layanan lalu lintas E (arus kapasitas) dan beberapa di tingkat layanan
lalu lintas F (kondisi rusak atau berhenti). Kondisi lalu lintas luar waktu
puncak di siang hari dapat berkisar dari tingkat pelayanan lalu lintas C ke
tingkat pelayanan E. Dengan demikian yang diinginkan adalah untuk mengatur
tarif (biaya retribusi kemacetan) yang memungkinkan kondisi lalu lintas waktu puncak
untuk beroperasi dalam kisaran tingkat pelayanan D ke tingkat pelayanan E. Hal
ini berarti mayoritas (setidaknya 85 persentil dari kendaraan) berjalan dengan
kecepatan berkisar sesuai dengan tingkat pelayanan yang diinginkan. Untuk
tujuan ini, setiap kota di Indonesia harus mengembangkan kurva kecepatan arus
mereka sendiri atau memiliki variasi dari kurva kecepatan-arus standar.
Contoh
ditunjukkan untuk Singapura sebagai berikut: Kurva kecepatan-arus untuk jalur
individu dikembangkan untuk jalan arteri Singapura yang ditunjukkan dengan
tingkat layanan dari A ke E pada Gambar 8. Rentang kecepatan yang diinginkan
untuk operasi lalu lintas kota diatur dalam kisaran 20 km / jam sampai 30 km /
jam yang setara dengan tingkat pelayanan D ke tingkat pelayanan E, tetapi tidak
ke titik hidung peluru (dalam LOS E ) yang berada pada 17 km / jam. Pada hidung
peluru, arus lalu lintas dapat menjadi tidak stabil. Tarif dijaga pada tingkat
harga yang mencapai kisaran kecepatan ini (20-30 km / jam) untuk 85% dari
kendaraan untuk jalan tunggal yang dikenai retribusi atau sekelompok jalan
utama di daerah yang dikenai retribusi. Pengukuran kecepatan dibuat pada selang
waktu 3 bulanan untuk penyesuaian tarif, jika diperlukan.
Kurva
kecepatan-arus jalanan di Singapura
Elastisitas
Arus-BiayaElastisitas permintaan-harga didefinisikan sebagai rasio
persentase perubahan permintaan terhadap persentase perubahan harga. Hasilnya
negatif karena permintaan dan harga bergerak dalam arah yang berlawanan. Nilai
di bawah -1 menunjukkan permintaan tidak elastis yang berarti bahwa harga hanya
memiliki efek marjinal pada permintaan dari suatu komoditas atau jasa, misalnya
garam adalah tidak elastis. Nilai lebih dari -1 mengindikasikan permintaan
elastis yang berarti harga memiliki efek yang besar pada komoditas atau jasa,
misalnya tarif tiket pesawat. Tingkat pendapatan mempengaruhi elastisitas
harga. Dalam kasus Singapura, ditemukan bahwa elastisitas harga untuk
pengendara mobil bervariasi antara -0,12 dan -0,35 (Ref 1) (tidak elastis) sedangkan
untuk pengendara sepeda motor, nilainya bisa mencapai setinggi -2,8 (Ref 1)
(sangat elastis) dengan pengenaan retribusi kemacetan. Tingkat pendapatan dari
pengemudi mobil umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan pengendara sepeda
motor. Namun demikian, harga tidak mengurangi kebutuhan perjalanan (lihat 1.1)
dan karenanya meningkatkan arus lalu lintas. Elastisitas permintaan-harga hanya
dapat dinilai secara akurat setelah sistim dioperasikan dan setelah
dilakukannya perubahan tarif beberapa kali
Penetapan tarif awal
Metode yang
mungkin untuk menetapkan penetapan awal ini adalah dengan mengaitkan retribusi
dengan beberapa retribusi lainnya yang mudah dimengerti. Kemungkinannya adalah
dengan menggunakan
o Retribusi
parkir mobil sebagai dasar. Di Singapura, retribusi kemacetan harian pertama
sebesar Sin $ 3 ditetapkan di tahun 1975 didasarkan pada tingkat retribusi
parkir mobil di kota pada waktu itu, yang adalah $ 3 untuk 8 jam hari kerja
normal. Tujuannya dengan demikian adalah untuk meningkatkan biaya berkendara ke
kota dua kali lipat dengan pengenaan retribusi kemacetan. Pengenaan retribusi
ini terbukti terlalu tinggi karena pengurangan lalu lintas secara keseluruhan
adalah sekitar 44% terhadap 30% yang diinginkan, yang ditetapkan sebagai patokan
awal. Namun selama beberapa tahun, secara umum akan ada peningkatan arus lalu
lintas secara perlahan-lahan.
o Tarif angkutan
umum sebagai dasar. Dimungkinkan untuk menetapkan nilai retribusi sebagai
kelipatan dari tarif maksimal bus / kereta api atau sebagai kelipatan dari
tarif awal taksi. Namun jika tarif bus terlalu rendah karena subsidi, maka
kelipatannya haruslah pada angka yang tinggi.
o Harga BBM
sebagai dasar. Dimungkinkan untuk menetapkan nilai retribusi sebagai kelipatan
dari harga BBM (bensin) per liter. Namun seperti dalam kasus tarif angkutan
umum, jika ada subsidi yang tinggi pada harga bensin, kelipatannya haruslah
pada angka yang tinggi.
o Tarif tol
sebagai dasar. Jika sudah ada jalan yang dikenai biaya tol, maka biaya tol
dapat ditetapkan sebagai nilai retribusi.
o Sebanding
dengan efek pengenaan retribusi TDM - Jakarta memiliki sistim three in one di
mana, mobil pribadi yang menggunakan beberapa jalan utama harus berpenumpang 3
orang di dalam kendaraan selama periode jam 7:00 sampai 10.00 pagi dan 4:30
sampai 7.00 sore hari. Banyak joki yang menjadi “penumpang” mobil yang dibayar
untuk naik kendaraan sebagai penumpang. Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh
tiap-tiap pengendara untuk membayar joki dapat digunakan sebagai biaya
retribusi kemacetan.
Singapura
menetapkan retribusi berdasarkan biaya parkir mobil yang berlaku. Disarankan
bagi kota-kota di Indonesia untuk melakukan survei preferensi dari sekitar 1000
responden dengan suatu usulan kepada mereka mengenai pilihan pengenaan
retribusi (berdasarkan butir a sampai e di atas) dan mengukur respon mereka
mengenai apa yang dapat diterima dan apa akibat dari pengenaan retribusi
tersebut terhadap pengurangan lalu lintas. Ini lebih ilmiah daripada memutuskan
jumlah retribusi secara sewenang-wenang.
Setelah
menetapkan besarnya retribusi mobil pribadi, maka melalui penilaian kesetaraan
dengan mobil penumpang (passenger car equivalent - PCE) dapat digunakan
untuk menetapkan besarnya retribusi kendaraan lain, misalnya mobil 1 PCE,
sepeda motor 0,5 PCE, kendaraan barang bermuatan berat 2 PCE, bus 3 PCE. Dengan
demikian, sepeda motor akan membayar setengah dari apa yang dibayar oleh mobil
dan seterusnya. Nilai PCE untuk kota-kota di Indonesia harus ditentukan (jika
tidak tersedia) dan nilai tersebut harus digunakan untuk menetapkan retribusi
untuk jenis kendaraan lainnya jika memang bermaksud untuk mengenakan retribusi
terhadap kendaraan jenis lain.
Persoalan lain
yang akan muncul adalah seberapakah yang harus dibayar oleh penduduk di daerah
terbatas jika sistim daerah digunakan. Di London, warga hanya membayar
sepersepuluh dari apa yang orang lain bayar. Tetapi sistim di London adalah
pengenaan retribusi untuk setiap pergerakan di daerah yang dikendalikan. Jika
sistim yang dipilih hanya mengenakan retribusi per sekali masuk ke suatu daerah
atau jalan, maka diskon tersebut mungkin tidak diperlukan karena warga hanya
dikenai retribusi jika mereka meninggalkan daerah tersebut dan kembali lagi
selama periode pengenaan retribusi. Untuk kota-kota di Indonesia, diskon kecil
dari retribusi dapat dipertimbangkan untuk warga jika pengenaan retribusi
daerah yang akan diberlakukan. Untuk pengenaan retribusi bagi jalan tunggal
dengan menggunakan pengenaan retribusi per sekali lewat, hal ini tidak akan
diperlukan karena banyak rute alternatif. Lebih baik menetapkan besarnya
retribusi sedikit lebih tinggi di awal karena selama waktu tertentu akan ada
penurunan secara bertahap dalam volume lalu lintas. Sebaiknya informasikan di
awal bahwa skema pengenaan retribusi tidak konstan tetapi akan ditinjau dari
waktu ke waktu. Di Singapura, peninjauan dilakukan pada selang waktu 3 bulanan.
Penyesuaian Tarif
Tarif perlu
penyesuaian secara konstan untuk memastikan bahwa tujuan dari pengenaan
retribusi kemacetan dapat tercapai. Karena skema ini tidak dimaksudkan untuk
terutama menghasilkan pendapatan namun untuk mengendalikan kemacetan, tarif
bisa naik atau turun. Salah satu cara mengubah tarif adalah dengan mengatur
beberapa patokan kecepatan yang dipantau secara berkala. Jika selang waktu
pengubahan tarif tersebut pendek, maka perubahan dalam biaya retribusi tidak
akan signifikan; jika selang waktu tersebut panjang, maka perubahan akan
menjadi signifikan sehingga memicu protes dari pengendara. Sebagai contoh, di
London besarnya retribusi naik dari £5 ke £8 ke £10 ketika perubahan dilakukan
pada selang waktu beberapa tahun. Namun di Singapura, besarnya retribusi naik
dan turun sebesar 50 sen karena selang waktu yang sering untuk meninjau ulang
besarnya retribusi. Patokan kecepatan untuk peninjauan ulang besarnya retribusi
harus ditentukan dari kurva kecepatan-arus untuk suatu kota. Singapura
menggunakan ile 85% kecepatan untuk meninjau ulang tarif. Untuk daerah yang
dikendalikan di kota, kecepatan diukur dari “keranjang” jalanan kota yang
tipikal, untuk jalanan tunggal yang dikenai retribusi, hanya kecepatan di
sepanjang jalan yang dipertimbangkan untuk meninjau ulang besarnya retribusi.
Ile 85% kecepatan yang digunakan bukannya yang rata-rata (50% ile kecepatan)
karena dengan kecepatan rata-rata hanya 50% yang akan mendapatkan manfaat
sedangkan yang 50% lainnya tidak melihat adanya perbaikan.
Penyesuaian
Retribusi
kecepatan 85%
lebih disukai untuk jalan bebas hambatan dan jalan lain / wilayah kota. Jika
85% ile kecepatan yang diukur (pada selang waktu 3 bulanan) berada di bawah
nilai yang lebih rendah dari rentang kecepatan, tarif meningkat dan jika
kecepatan berada di atas nilai yang lebih tinggi dari rentang kecepatan, tarif
berkurang (Gambar 9). Dengan cara ini, para pengendara menentukan tarif dengan
melalui penggunaan jalan mereka. Masyarakat diberitahu bahwa tarif akan
ditinjau ulang pada selang waktu 3 bulanan dan prosedurnya juga diumumkan.
Untuk kota-kota di
Indonesia, lebih baik menentukan frekuensi peninjauan ulang besarnya retribusi
hanya setelah implementasi dilakukan dan mendapatkan pengalaman langsung
tentang bagaimana pengendara bereaksi terhadap sistim. Kurva kecepatan-arus
yang dikembangkan di sebelumnya pada pengkajian ini harus digunakan untuk
peninjauan ulang.
Disamping itu,
besarnya tarif ERP itu juga bisa didasarkan pada kondisi riil yang ada sekarang
ini di Jakarta diantaranya:
1.
Penghematan BOK (Biaya Operasi
Kendaraan)
2.
Biaya Joki untuk kawasan 3 in 1
3.
Biaya tarif toll dalam kota
4.
Hasil survey wawancara (attitude
reference survey)
5.
Referensi biaya ERP/congestion charging
di negara-negara lain
Dibawah ini adalah
tabel yang mejelaskan besaran tarif dari harga terendah sampai harga tertinggi
masing-masing tarif referensi dalam Rupiah:
Usulan tarif ERP
rata-rata dari beberapa pendekatan adalah diantara Rp 6.579,00-Rp 21.072,00
(Asumsi Tahun Dasar 2009). Tarif awal yang ditetapkan (untuk tahap 1) adalah Rp
12.500,00. Untuk selanjutnya tarif dapat dievaluasi untuk mendapatkan kinerja
lalu lintas optimum.
Dibawah ini
diagram yang menunjukkan kecepatan dan arus di jalan Sudirman Thamrin
• Kebijakan ERP
harus selalu dievaluasi secara periodik untuk mempertahankan efektivitasnya.
• Parameter yang
digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan Kebijakan Road Pricing adalah
perbandingan volume kendaraan dengan kapasitas jalan (V-C Ratio). Nilai
VC Ratio optimum yang diharapkan pada suatu ruas jalan berkisar di antara 0,8 –
1.
• Dengan menggunakan
kurva Kecepatan – Arus dari Jalan Sudirman dan Thamrin, dapat dilihat bahwa Rentang
VC Ratio 0,8 – 1 terjadi pada kecepatan di antara 30 – 50 km/jam. Rentang
kecepatan ini yang direncanakan menjadi rentang kecepatan rencana yang
digunakan untuk penetapan tarif.
• Survei secara
periodik perlu dilakukan untuk mengetahui apakah tarif yang ditetapkan
memberikan arus yang optimum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar